16 Juni 2009

ANALISIS MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Kurikulum mempunyai berbagai macam model pengembangan, salah satunya adalah model TABA. Dalam hal pengembangan kurikulum, taba mempunyai 5 langkah yang dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum tesebut, yaitu:

1. Mengadakan Unit Eksperimen bersama Guru

2. Menguji Eksperimen

3. Mengadakan Revisi

4. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum

5. Implementasi dan desiminasi

ANALISIS KTSP MENGGUNAKAN MODEL TABA

Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) merupakan sebuah kurikulum operasional yang disusun oleh guru di setiap tingkatan satuan pendidikan berdasarkan kebutuhannya. Kurikulum ini dikembangkan atas dasar perbedaan karakteristik dari setiap tingkat satuan pendidikan. Tetapi pada dasarnya pengembangan kurikulum ini mengacu kepada standar pendidikan nasional

Pengembangan KTSP ini berdasarkan model TABA mengacu kepada 5 langkah pengembangannya

1. Mengadakan Unit Unit Eksperimen bersama guru

Perbedaan mendasar kurikulum KTSP ini dengan Kurikulum kurikulum yang digunakan sebelumnya adalah mengenai kebebasan individual dalam mengembangkan karakteristiknya. Hal ini didasari oleh kenyataan kebutuhan kurikulum sebenarnya

TABA sebagai salah satu model dalam pengembangan Kurikulum, menjadikan hal tersebut sebagai salah satu dasar dalam metode pengembanganya yaitu pengadaan unit eksperimen bersama guru.

2. Menguji Unit Eksperimen

Program KTSP yang telah direncanakan diuji cobakan kepada sekolah sekolah. Dari hasil pengujicobaan tersebut, kita bias mendapat gambaran sementara terhadap sejauh mana kesesuaian kurikulum ini dengan kebutuhan di lapangan

3. Mengadakan revisi dan konsolidasi

Dengan adanya gambaran sementara tersebut, kita bias melakukan evaluasi dini terhadap kurikulum tersebut. Sehingga kita dapat mengetahui sekaligus memperbaiki kekurangan terhadap kurikulum ini

4. Pengembangan Keseluruhan Kerangka Kurikulum

Setelah Dilakukan revisi dan konsolidasi maka langkah selanjutnya adalah harus dikaji lagi oleh ahli ahli yang berkompeten terhadap pengembangan sebuah kurikulum

5. Implementasi dan Desiminasi

Langkah Terakhir adalah pengimplementasian kurikulum tingkat satuan pendidikan. Diterapkan di seluruh sekolah di setiap jenis satuan pendidikan

Dengan arti kata pengembangan Model TABA berguna untuk kembali menganalisa kesesuai kurikulum tersebut dengan kebutuhan sesungguhnya di lapangan

14 Juni 2009

SERTIFIKASI PROGRAM KEBAIKAN SETENGAH HATI.

Akhirnya pemerintah berniat juga untuk lebih memikirkan nasib guru di negeri ini. Rencananya pemerintah akan memberikan tunjangan profesi bagi guru.Semakin tinggi gaji pokok semakin tinggi pula tunjangan profesi yang di berikan. Ini tak pelak menjadi angin segar bagi para “ Oemar Bakhri” di negeri ini. Kekurangan materil akan sedikit teratasi dengan adanya penambahan pendapatan di setiap bulannya.

Rencana ini juga akan turut serta meningkatkan prestise pekerjaan sebagai seorang guru, dengan adanya tunjangan profesi ini berarti guru semakin di lihat sebagai sebuah profesi, dengan begitu bekerja sebagai guru sebanding dengan bekerja dalam profesi pekerjaan lainya. Perkerjaan sebagai guru ti dak akan lagi di anggap sebagai pekerjaan kelas 2.

Sayangnya, hal tersebut tidak diberikan secara Cuma Cuma, karna ini berkaitan dengan peningkatan koprofesional-an, dan pada akhirnya juga akan berkaitan dengan kemampuan atau mutu seorang guru. Maka dari itu pemerintah memberikan ketentuan bahawa guru yang mendapat tunjangan profesi adalah guru yang telah tersertifikasi dan minimal telah berpendidikan Sarjana (S1).

Dengan adanya ketentuan tersebut, kurang lebih sebanyak 1,8 juta orang guru yang belum terkualifikasi S1 akan terkena dampak dari ketentuan ini. Untuk mendapatkan tunjangan profesi ini, meraka akan berlomba lomba untuk melakukan peningkatan jenjang akademiknya menjadi setara S1. bisa dibayangkan berapa banyak guru yang akan kembali ke kampus dan berapa banyak ruang kelas yang akan mereka tinggalkan.

Pemerintah menyakini program sertifikasi ini akan serta merta menaikan mutu guru dan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan adanya program sertifikasi ini, pemerintah berharap guru menjadi lebih profesional dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas yang pada ujungnya akan meningkatkan kualitas lulusan anak didik tersebut. Pertanyaanya, apakah dengan peningkatang kualifikasi pendidikan seorang guru, otomatis dengan sendirinya ikut meningkatkan kualitasnya? Belum Tentu.

Mendidik bukanlah suatu pekerjaan teoritis yang mudah untuk dipetakan, begitu banyak aspek aspek yang harus di perhatikan untuk menjadikan kegiatan mendidik sesuai dengan harapan. Memang peningkatan kualifikasi seorang guru termasuk salah satu aspeknya, tapi itu hanya salah satu. Menjadi tenaga pendidik profesional tidaklah cukup dengan hanya mengenyam pendidikan 4-5 tahun, dibutuhkan waktu lebih dari itu.

Pada dasarnya Program sertifikasi guru sebenarnya merupakan sebuah langkah bagus, jika disesuaikan dengan kondisi di lapangan, bila tidak demikian program ini tidak hanya akan menghasilkan keprofesionalan teoritis semata tetapi juga berbagai masalah nantinya. Sebanyak 1.8 juta orang guru akan ikut serta dalam program sertifikasi ini, dari jumlah tersebut 1.4 juta merupakan guru SD/MI yang rata rata beru berpendidikan D2 dan SPG. Bagi guru lulusan D2 dibutuhkan waktu sekitar 2-3 tahun untuk mendapat kualifikasi S1 agar bisa ikut dalam program sertifikasi , sedangkan bagi guru tamatan SPG dibutuhkan waktu lebih lama lagi sekitar 4-5 tahun, itu bukan rentang waktu yang sebentar dalam dunia pendidikan, jumlah waktu tersebut cukup untuk menghasilkan 5 tamatan rombongan belajar.

Jika 1.4 juta guru SD tersebut kembali kekampus, dan bila rata rata mereka memegang 1 kelas, maka hasilnya 1.4 juta kelas belajar akan terganggu selama mereka mengikuti pendidikan akademik. Walaupun mereka mengikuti kelas jauh dan hanya kuliah setiap sabtu dan minggu, tetapi perhatian besar mereka akan lebih tercurah kepada kegiatan perkuliahan.

Itu hanya masalah mengenai kegiatan belajar mengajar, belum lagi masalah lainya seperti keuangan, benar memang pemerintah daerah wajib menyediakan dana bagi program ini, tetapi sering bertele telenya birokrasi administari pemerintah bukan tak mungkin akan menghambat kucuran dana pendidikan ini, mau tidak mau guru harus menggunakan gaji bulanan yang ala kadarnya untuk membiayai program ambisius pemerintah ini.

Selain itu program ini juga akan menghasilkan sebuah kesenjangan sosial sementara, guru guru yang telah terkualifikasi S1 tentunya akan lebih dulu mengikuti program sertifikasi dan akan lebih dahulu pula mendapatkan tunjangan profesi , selanjutnya bagai mana dengan guru lain yang membutuhkan waktu 2-5 tahun untuk mengikuti program sertifikasi. Mereka akan habis habisan untuk megejar kualifikasi pendidikan S1 demi mendapatkan lembaran sertifikasi pemerintah. Apa lagi program ini berlangsung selama jangka waktu 10 tahun, dan jika selama jangka waktu tersebut siguru belum juga mendapatkan lembaran sertifikasi maka mereka di anggap tidak layak menjadi tenaga pendidik, jika sudah demikian siguru akan dipensiunkan sebagai tenaga pengajar milik pemerintah

Tak ayal seperti yang telah dijelaskan, ruang ruang belajar terganggu, lebih lagi bagi kelas penghujung yang akan mengikuti Ujian Nasional di akhir tahun pelajaran. Pada akhirnya kualitas pendidikan kitalah yang menjadi taruhanya, program yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan malah menjadi bumerang tersendiri.

Kenyataan kembali memperlihatkan bahwa pemerintah belum juga berpijak pada kondisi lapangan bagi program program mereka. Alangkah baiknya program sertifikasi ini diperuntukan bagi calon guru yang akan datang atau bagi guru yang tahun pengabdianya di bawah kurun waktu 10 tahun, sehingga tidak menimbulkan begitu banyak masalah bagi perkembangan pendidikan kita. Dan bagi guru yang telah mengabdi di atas 10 tahun tetap diberikan sertifikasi sebagai sebuah penghargaanpemerintah bagi jasa mereka dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, sehingga nantinya tidak ada lagi pameo Pahlawan tanpa tanda jasa.